Rabu, 11 Februari 2009

Disiplin Ketat Bagi Para Penderita Ginjal

Tidak mudah bagi penderita gagal ginjal menjalani diet ketat serta menjalani pola hidup sehat secara disiplin. Tapi dengan cara itu, sambil tetap menjalani hemodialisis (HD - cuci darah), penderita gagal ginjal bisa mempertahankan kualitas hidupnya.

Sungguh sulit bagi seseorang untuk menerima kenyataan harus menjalani cuci darah (hemodialisis - HD) seumur hidup, karena menderita gagal ginjal. Selain biayanya mahal, dampak ikutan dari proses cuci darah itu harus ditanggung. Kalau berhasil mendapatkan transplantasi ginjal yang cocok dan kembali hidup normal, masih beruntung. Sayangnya, banyak di antara mereka gagal karena tubuhnya menolak organ baru.

Memang tidak mudah untuk mendapatkan donor ginjal. Seorang donor ginjal harus memenuhi beberapa syarat agar niat baiknya bisa membuahkan hasil. Di antaranya, badan harus sehat, terutama kedua ginjalnya, golongan darah, serta tipe jaringan ginjalnya sama dengan resipien (penerima). Kecuali itu, pembuluh arteri dan vena cocok satu sama lain agar ginjal donor mudah "ditempelkan".

Sulitnya memperoleh donor ginjal itu mengharuskan kita yang masih sehat untuk merawat organ penyaring ini sebaik-baiknya kalau merasakan sesuatu kurang beres pada ginjal, misalnya terjadi infeksi ginjal atau penurunan fungsi ginjal karena diabetes. Jangan sampai kondisinya semakin buruk.

Hati-hati terhadap infeksi

Fungsi ginjal memang sangat penting. Yaitu menyaring darah, membuang zat-zat yang tidak berguna atau berbahaya bagi tubuh, serta menyerap kembali zat-zat yang berguna.

Bagaikan pabrik pemurnian kotoran dalam tubuh, fungsi ginjal juga menjaga kandungan garam-garaman agar tetap stabil. Dalam waktu 24 jam tak kurang dari 180 l cairan urine primer diperas dari darah yang berasal dari jantung, lalu dimurnikan dalam ginjal. Dalam waktu yang sama, jumlah cairan urine yang dikeluarkan dari tubuh sekitar 1,5 l. Bayangkan saja kalau sampai "mesin" ini terganggu!

"Penurunan fungsi ginjal bisa bersifat akut, bisa juga kronis," kata dr. Parlindungan, spesialis penyakit ginjal, dalam sebuah seminar di RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci, Tangerang. Gejala keduanya mirip, misalnya volume urine tiba-tiba berkurang atau urine tidak keluar, pusing, mual, tidak bernafsu makan, lemas, sesak napas, kadar ureum dan kreatinin meningkat, dan terjadi gangguan elektrolit. Hanya saja pada gagal ginjal kronis biasanya badan sampai bengkak. Malah adakalanya mulut dan badan sampai berbau urine. Karena gejala munculnya secara bertahap, penurunan fungsi ginjal sering tidak dirasakan, tahu-tahu sudah parah.

Dikatakan akut bila penurunan fungsi ginjal berlangsung tiba-tiba, tapi kemudian dapat kembali normal bila penyebabnya segera ditanggulangi. Kekurangan cairan atau darah akibat perdarahan, penurunan tekanan darah yang tidak dapat segera diatasi, luka bakar atau berkurangnya aliran darah ke ginjal karena aliran tertutup, obat yang bersifat toksik (racun), penyakit ginjal primer, trauma pada ginjal, dan tumor prostat merupakan beberapa penyebabnya.

"Gagal ginjal akut harus segera dicari penyebabnya. Misalnya, kalau masalahnya karena infeksi, harus secepat mungkin diatasi," pesan dr. Parlindungan. Bila masalahnya pada kasus kekurangan cairan, tentu saja harus segera diatasi dengan pemberian infus di rumah sakit. Kecuali itu, diusahakan mengatur keseimbangan cairan yang masuk dan keluar dengan cermat serta mengatur keseimbangan elektrolit dan asam basa. Tidak kalah penting, mengatur asupan makanan baik melalui mulut maupun infus. Terkadang penderita gagal ginjal akut perlu menjalani cuci darah seperlunya, mungkin 1 - 2 kali saja.

Pada kasus ginjal akut, ginjal akan berfungsi normal kembali bila pengeluaran urine sudah normal dan keadaan fisik secara menyeluruh sudah pulih. Tidak demikian halnya dengan gagal ginjal kronis yang antara lain disebabkan oleh faktor glomerulonefritis (radang ginjal menahun), batu ginjal dan batu saluran kemih yang kurang mendapat perhatian, obat-obatan modern ataupun tradisional yang dimakan dalam jangka waktu lama, hipertensi, diabetes, narkoba, serta penyakit ginjal genetik.

Pengobatan pada gagal ginjal kronis terutama untuk menghambat laju kegagalannya agar tidak sampai terjadi gagal ginjal terminal atau ginjal tak berfungsi lagi. Di sini pengobatan harus dibantu oleh disiplin ketat penderita.

Bila ingin berolahraga, pencapaian target tidak ditentukan. Jenis olahraga yang boleh dilakukan hanya yang ringan seperti berjalan kaki dan berenang secukupnya.

Selain itu tekanan darah harus dinormalkan, gula darah dikendalikan, serta antibiotika diberikan secara tetap bila terjadi infeksi. Infeksi acap kali terjadi gara-gara tumbuh batu, khususnya pada saluran kemih. Hati-hati bila salah satu ginjal mengalami infeksi, harus segera diatasi sebab mudah menular pada yang masih sehat!

Proses hemodialisis baru dilakukan bila ginjal hampir tidak berfungsi lagi (kadar kreatinin kurang dari 5 ml/menit, kedua ginjal sudah mengecil, serta fungsinya di bawah 5%). Ada dua macam cara cuci darah yakni hemodialisis yang harus dilakukan di rumah sakit secara teratur (2 - 3 kali/minggu) atau CAPD (dialisis peritoneal kronik) yang dapat dilakukan sendiri di rumah. Namun, yang kedua ini jarang dilakukan karena sering menimbulkan komplikasi.

Yang utama perlu diupayakan penderita gagal ginjal kronik adalah diet ketat rendah protein dengan kalori cukup. Pemilihan makanan secara ketat, menurut ahli gizi dr. Lindarsih Notowidjojo, M.Nutr.Sc. dari rumah sakit yang sama, untuk mencegah terjadinya atau berlanjutnya komplikasi gagal ginjal. Tapi cukup energi untuk kegiatan sehari-hari serta bobot badan normal perlu diperhatikan.

Muncul tumor di ginjal

Contoh penderita gagal ginjal yang berhasil mempertahankan kualitas hidupnya berkat disiplin berdiet ketat adalah Siti Erna (40). Meski kini setiap 3 - 5 hari sekali harus menjalani cuci darah, sarjana hukum ini tetap berkarya layaknya orang sehat.

Perjalanan penyakitnya berawal pada usia sangat muda. "Saat berusia 21 tahun, saya mengalami infeksi pada ginjal kanan," tutur Erna. Sepuluh tahun kemudian (1992) luka pada ginjal kanan kambuh sewaktu ia hamil anak pertama. "Berkat bantuan dokter spesialis, bayi bisa diselamatkan."

Saat berusia 34 tahun, Erna mengalami tiga peristiwa yang mengubah hidupnya. Ketika mengandung anak kedua, terdeteksi timbul kebocoran protein pada urinenya dan ia mengalami hipertensi. Akibat eklamsia (keracunan kehamilan), janin 6,5 bulan dalam kandungannya meninggal. "Saya koma selama lima hari dan sudah pada tahap kritis tapi berhasil survive berkat doa dari keluarga dan sahabat-sahabat saya," kenangnya.

Penderitaan tidak terhenti di situ. Suatu ketika dia diberi tahu dokter bahwa pada ginjal kanannya ditemukan tumor sebesar 2 x 3 cm, yang diduga ganas. Akhirnya, ginjal kanan terpaksa diangkat untuk menyelamatkan jiwanya. Sekitar tujuh bulan kemudian dia divonis untuk menjalani cuci darah secara rutin (dua kali seminggu), masing-masing selama lima jam, seumur hidup. Namun, ia tetap berharap pada suatu saat ia bisa memperoleh donor yang ikhlas memberikan satu ginjalnya, dan memenuhi syarat medis.

Belum lagi selesai merenungi nasibnya, ia dihadapkan pada masalah lain. Tiba-tiba terasa, di perutnya ada benjolan. "Saya pikir, jangan-jangan tumbuh tumor lagi dalam perut saya," katanya. Ternyata Erna hamil lagi dalam usia 37 tahun. Namun, kehamilan ini pun tidak bisa dipertahankan karena selewat usia kehamilan 6,5 bulan kadar ureum dan kreatinnya terus meninggi.

"Mulailah saya tergugah untuk bangkit sambil mencari upaya apa saja yang dapat saya lakukan agar dapat hidup aktif dan produktif, tidak hanya terbaring lemas tanpa gairah. Untuk membiayai diri saya yang menghabiskan sekitar Rp 6 juta sebulan saya harus bisa berupaya sendiri, tidak terlalu membebani suami." Biaya sekali cuci darah Rp 475.000,- - 675.000,-, belum termasuk biaya obat saat cuci darah dan obat telan. Beruntung delapan bulan setelah menjalani cuci darah, ia diterima bekerja di sebuah perusahaan yang memberi dia izin menjalankan cuci darah dua kali seminggu.

Berhasil mempertahankan kualitas hidup

Mulailah Erna mengatur pola hidup sehari-hari: hidup teratur dengan makanan diet yang sesuai untuk penderita gagal ginjal. Yang sangat dibatasi misalnya konsumsi cairan, garam, kacang-kacangan serta olahannya. Dalam satu hari ke dalam tubuhnya hanya boleh masuk 800 cc cairan, garam paling banyak satu sendok teh peres per hari.

Tidak seperti kebanyakan penderita lain yang fungsi ginjalnya sudah mencapai nol sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan air seni, ginjal Erna yang fungsinya tinggal 5% masih mampu mengeluarkan sekitar 300 cc air seni per hari. "Saya harus menjaga semangat dan stamina agar bisa tetap aktif dan produktif. Sampai saat ini hidup saya 60% tergantung pada perawatan dengan diet makan ketat dan jadwal kegiatan teratur, 40% pada hemodialisis."

Makanan yang dia konsumsi sehari-hari tetap berupa nasi dan lauk-pauknya sesuai selera. "Saya hanya makan saat merasa lapar, rata-rata dua kali sehari," katanya. Erna hanya mengkonsumsi buah-buahan segar pada jadwal harus melakukan dialisis. Bila ingin makan sayur atau membuat sop, terlebih dahulu dilarutkan kaliumnya. Caranya, sayuran dipotong-potong lalu direndam air dalam jumlah banyak selama sejam, dibilas sampai dua kali, baru dimasak. Tapi umbi-umbian seperti kentang dan wortel harus direndam air hangat, lalu dimasak setengah matang, ditiriskan, baru dimasak hingga matang.

Memang ia harus benar-benar mempelajari jumlah kalium, natrium, dan mutu protein dari setiap makanan yang dia konsumsi. Kaldu sangat dibatasi. Makanan tinggi zat besi seperti bayam, kangkung, daging merah, jerohan, sedapat mungkin dibatasi sebab menurunkan kadar zat besi sulit dan lama. "Makanan saya sehari-hari memang rasanya kurang lezat bagi orang normal, tapi apa boleh buat!" katanya.

Ia masih merasa beruntung karena tidak mengidap diabetes sehingga tetap dapat makan makanan kaya karbohidrat, seperti nasi, roti, jagung, kentang, dalam jumlah cukup. Kue-kue dipilih dengan jumlah telur terbatas. Sebagai makanan penutup, Erna memilih makanan yang didinginkan, misalnya puding atau setup(buah dididihkan lalu diberi gula dan sedikit kayu manis) seperti jambu biji, nanas, apel, dan mangga. Untuk mengatasi rasa haus ia mengulum es batu yang diberi beberapa tetes air jeruk nipis atau permen manis. Sebagai bumbu masak ia lebih banyak menggunakan rempah kering seperti daun salam, daun jeruk, sereh kering, serta bumbu bubuk. Agar selera makan lebih baik, makanan dicampur cabai (setelah dikurangi kaliumnya). Makanan sedapat mungkin dia sajikan hangat.

Untuk mempertahankan kadar Hb-nya agar stabil pada angka 9 - 10, ia mendapat suntikan hormon Epotin.

Kegiatan fisiknya dibatasi: jam-jam bangun, tidur, dan istirahat harus selalu dijadwalkan. Kegiatan jalan kaki pun dibatasi dan selalu harus memeriksa denyut nadi, kalau dalam lima menit sudah meninggi, harus dihentikan. Umumnya setiap hari ia delapan jam bekerja, satu jam istirahat, dan empat jam rileks, misalnya untuk makan dan tidur. Bila pekerjaan tidak selesai, ia tidak mau melembur tapi dikerjakan keesokan harinya.

Untuk bisa menjalankan pola hidup dengan ketat, kini Erna bersama rekan-rekannya membuka sebuah kantor biro konsultasi hukum. "Tapi saya lebih banyak bekerja di rumah dengan bantuan Internet," katanya.

Kepada sesama penderita, ia berpesan untuk menghadapi realitas dengan ketakwaan dan menjaga kesehatan diri sebaik-baiknya. Petunjuk dokter harus selalu diikuti. Juga membuat agenda agar jadwal kegiatan dapat diatur, dan sedapat mungkin melakukan kegiatan sesuai kondisi kesehatan.



JavaScript Free Code

Tidak ada komentar:

Posting Komentar